6 Bentuk jihad di bulan Ramadhan

6 Bentuk jihad di bulan Ramadhan – Sangat disayangkan, sebagian orang memandang bulan Ramadhan adalah bulan rehat, kesempatan untuk istirahat dari rutinitas harian. Akibatnya, tidak sedikit kita dapati orang yang jam tidurnya bertambah di bulan Ramadhan, jam kerja pun semakin berkurang. Ironinya, banyak waktunya yang terbuang hanya untuk menonton sinetron-sinetron yang disuguhkan spesial di bulan Ramadhan, atau menghabiskan waktu di malam hari untuk membicarakan hal-hal yang tidak berujung pangkal, bahkan bisa terjerumus kepada pembicaraan haram, seperti ghibah dan dusta.

Padahal bulan Ramadhan semestinya dijadikan ajang untuk meningkatkan kualitas pribadi, baik dari sisi hablum minallah dengan menekuni ibadah-ibadah yang disyariatkan di dalamnya, maupun hablum minannas dengan memantapkan akhlak karimah dan interaksi produktif terhadap sesama. Nah pada kesempatan kali inin saya akan menjelaskan tentang 6 Bentuk jihad di bulan Ramadhan

Bentuk jihad di bulan Ramadhan

Ramadhan adalah bulan jihad dan kesungguhan. Banyak bentuk-bentuk jihad yang dapat diaplikasikan dalam bulan ini, di antaranya:

1. Jihad dengan jiwa di medan perang

Jihad fi sabilillah di medan perang melawan tirani kekafiran, syirik, dan kezaliman adalah bentuk jihad terbesar, merupakan puncak bangunan Islam, sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad fii sabilillah.” [HR. Ahmad, Nasa’i, dan Tirmidzi].


Sebagaimana yang disebutkan di atas, bahwa banyak peristiwa-peristiwa jihad fi sabilillah dalam sejarah Islam terjadi di bulan Ramadhan, kemenangan demi kemenangan pun diraih dalam perang suci tersebut. Kalau kita cermati ayat-ayat puasa yang diwahyukan oleh Allah dalam surat al-Baqarah, maka kita dapati bahwa setelah Allah  menjelaskan hukum puasa di bulan Ramadhan, Dia kemudian menjelaskan beberapa aturan dalam hukum jihad melawan musuh nyata dari kalangan orang-orang kafir dan musyrik.

Seakan ada hubungan erat antara bulan puasa dan jihad fi sabilillah, puasa adalah persiapan mental dan fisik untuk terjun ke medan jihad. Kendati jihad fi sabilillah berstatus fardhu kifayah bagi umat Islam, jika sebagian mereka telah terjun di dalamnya, maka kewajiban itu gugur atas sebagian yang lain, namun dalam beberapa kondisi ia menjadi fardhu ‘ain. Rincian tentang hukum dan etika jihad fi sabilillah dapat dilihat secara gamblang dalam kitab-kitab fikih.

2. Jihad dengan harta

Banyak kita temukan dalam ayat-ayat al-Quran yang mengajak untuk berjihad dengan harta, seperti dalam firman Allah yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” [QS. Ash-Shaff: 10-11].


Jihad dengan harta didahulukan daripada jihad dengan jiwa, karena harta adalah sarana yang dibutuhkan sebelum jihad dengan jiwa. Jihad dengan harta dapat dengan membelanjakan harta untuk membeli perlengkapan perang dan bekal para mujahid selama melaksanakan tugasnya. Demikian juga dengan menyantuni keluarga mujahid yang ditinggal oleh suami, ayah, dan anaknya yang berangkat ke medan jihad.


3. Jihad melawan hawa nafsu

Hawa nafsu cenderung mendorong seseorang melakukan kemaksiatan, bahkan dapat menyesatkannya, “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya. Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” [QS. Al-Jatsiyah: 23].

Puasa sangat membantu mengontrol hawa nafsu, karena dengan puasa, konsumsi makanan berkurang yang menyebabkan syahwat terkendali, sehingga hasrat untuk melakukan maksiat pun melemah. Jihad melawan hawa nafsu agar tidak terjerumus dalam limbah syubhat dan kubangan syahwat. Jihad melawan hawa nafsu dengan menundukkannya kepada syariat Allah.


4. Jihad melawan godaan setan

Setan adalah musuh manusia yang sesungguhnya, ia tidak pernah merasa tenang hingga manusia disesatkan dari jalan Allah. Allah berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” [QS. Al-Isra: 53].
Iblis dan pasukannya menggoda manusia dari segala arah, “Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukumku tersesat, aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” [QS. Al-A’raf: 17].

Walaupun setan dibelenggu pada bulan Ramadhan yang membuat ruang geraknya untuk menggoda manusia semakin sempit, namun kita harus tetap mawas diri dari godaannya. Kita mesti melawan tipu dayanya dengan menutup pintupintu masuknya setan ke dalam hati kita. Pintu gerbang masuknya setan ke dalam hati seseorang adalah akhlak buruknya, ia adalah pintu yang sangat luas bagi setan, ia dapat masuk dengan leluasa ke dalam hati manusia.

5. Jihad dengan lisan

Aplikasi jihad dengan lisan adalah dengan melaksanakan amar makruf dan nahi mungkar, dakwah di jalan Allah dengan mengajak manusia untuk menjalankan syariat Allah Ta’ala. Ini termasuk jihad terbesar sebagaimana firman Allah yang artinya:

“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-Quran dengan jihad yang besar.” [QS. Al-Furqan: 52]

Berjihad dengan al-Quran adalah dengan ilmu dan dalil yang terdapat di dalamnya yang dimediasi oleh lisan untuk sampai ke target dakwah. Kesempatan terbuka lebar di bulan Ramadhan untuk mengajak manusia kembali ke jalan lurus, di mana hati mereka siap menerima siraman-siraman rohani melalui ceramah-ceramah agama yang marak di bulan ini. Demikian juga berjihad dengan lisan dalam menghadapi pengamalan-pengamalan ritual ibadah yang tidak berdasar dari sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, menjelaskannya dengan penuh hikmah dan mau’idzhah hasanah.

6. Jihad dengan bersungguh-sungguh dalam ibadah

Keistimewaan bulan Ramadhan adalah karena amalan ibadah yang ditunaikan di dalamnya berlipat ganda, hal ini menjadi faktor kuat yang menjadikan semangat dalam beribadah meningkat. Sangat merugi jika melewatkan kesempatan emas yang tidak berulang kecuali hanya sekali dalam setahun ini. Bisa jadi amalan di bulan ini jika dilaksanakan dengan baik bisa setara atau bahkan lebih dari umur yang dimiliki seseorang. Pantaslah bila kita bersungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah dalam bulan suci ini.


Banyak ibadah yang perlu diperbanyak, namun tanpa mengabaikan kualitasnya, di antaranya: memperbanyak membaca al-Quran, memperbanyak shalat-shalat sunah, sedekah, berbakti kepada kedua orang tua, membantu orang lain dengan harta, tenaga dan pikiran, dan ibadah-ibadah lain yang dapat memenuhi hari-hari di bulan ini.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menggambarkan bagaimana kondisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika datang bulan Ramadhan, beliau berkata:

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling dermawan dalam kebaikan. Beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan ketika Jibril datang menemui beliau. Jibril ‘alaihis salam menjumpai beliau setiap malam di bulan Ramadhan sampai Ramadhan habis. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyetor hafalan al-Quran kepada Jibril. Jadi, jika Jibril ‘alaihis salam menemui beliau, maka beliau lebih dermawan dalam kebaikan dibandingkan angin yang bertiup.” [HR. Bukhari dan Muslim].

Dengan demikian, Ramadhan adalah bulan jihad, bulan menyingsingkan lengan baju untuk bersungguh-sungguh dalam ibadah, bukan bulan untuk banyak istirahat dan lalai. Semoga Allah Ta’ala memberikan kita kekuatan untuk bermujahadah dalam bulan suci ini, sungguh Ia adalah Zat yang Maha mampu untuk melakukan itu